* Lahirkan Pebalap Surabaya
Usia tidak lagi muda. Tetapi kondisi fisiknya tetap terjaga, atletis, cekatan, dan otot-ototnya masih terlihat. Itulah gambaran H.Tarwi (67), legenda balap sepeda Jawa Timur. Sebagai mantan atlet balap sepeda, dia tidak bisa jauh dengan segala rutinitas dari balap sepeda.
Senin, (6/4/2009) sore dikediamannya Ngagel Kebonsari dia tengah menyeting sepeda untuk anak didiknya. Maklum mantan atlet dan pelatih balap sepeda nasional itu mendapat kepercayaan dari Pengkot ISSI Surabaya menjadi pelatih balap sepeda. Jabatan itu didapat sejak tahun lalu selepas melatih klub balap sepeda milik Armuji, Gilas.
Awalnya dia tidak terlalu serius untuk melatih tim Gilas. Maklum Gilas hanyalah tim kecil bukan bertujuan mengembangkan prestasi layaknya Araya Sidoarjo atau United Kencana Bike Malang, apalagi Polygon Sweet Nice. Namun kecintaan dengan dunia yang pernah digelutinya, membuatnya mencebur sekalian dan mendorong klub tersebut menjadi lebih baik.
Sayang Gilas tidak kunjung membaik dan membuat pemilik ogah-ogahan menangani Gilas. Puncaknya, Tarwi diminta melatih puslatcab ISSI Surabaya dengan target Porprov II/ 2009. ISSI Surabaya hanya dipatok satu medali emas oleh KONI Surabaya.
Dari pembicaraan kemarin, Tarwi mengungkapkan tidak terlalu berambisi mengejar medali Porprov. Tujuan utamanya memoles atlet puslatcab dan menjadikan Surabaya sebagai kiblat atlet balap sepeda. "Saya sudah lama tidak mendengar atlet balap sepeda Surabaya berprestasi baik di level daerah hinga internasional. Saya akui terlambat, tetapi tidak ada salahnya sepeda Surabaya kembali bangkit," terangnya.
Duduk di ruang tamu kediamannya, dia menerawang dimana era keemasan Surabaya ketika masih memiliki Wawan Setyobudi, Matnur, Samai, dan Kaswanto. Kala itu Surabaya menjadi momok bagi semua daerah. Apalagi bila dibanding dengan era 60-an dimana dia bersinar bersama Theo Gunawan, Sapari, Lee Kim Pon, Toha, Herman Van Kempen dll.
"Diantara atlet sepeda Surabaya sudah pergi dan tidak akan kembali ke Surabaya, sekalipun fisik mereka adalah warga Surabaya. Saya tidak tahu, apakah sepeda Surabaya sudah mati, dimatikan atau sebab lain," imbuhnya. Pragmatis ini cukup beralasan. Tidak ada lagi atlet balap sepeda yang betul-betul memiliki bakat alam dan dididik diatas sadel hingga menjadi pebalap papan atas.
Dengan memiliki ambisi menjadikan satu dari 5 atlet puslatcab yang dipolesnya bisa mengganti senior-seniornya. Dia berharap dalam empat atau lima tahun kedepan, binannya bisa menjadi pengganti Samai dkk. Maklum Surabaya telah kehilangan dua generasi sejak tahun 1996. Atau sejak dia menghilang dari jalan raya, tempat dia dibesarkan oleh balap sepeda.
Terakhir Tarwi mengarsiteki Custom Cycling Club Jakarta, saat ini home base di Solo, tahun 2004. Kala itu CCC terjun di arena Tour de Indonesia. Setelah itu, Sapari tidak pernah terdengar namanya menukangi tim, pengkot/ pengkab ataupun pengprov diajang bergengsi.
Secuil hari tuanya tak seindah kiprahnya di jalan raya kala mengayuh pedal. Segudang pengalaman yang dimilikinya nyaris punah beriringan dengan regenerasi balap sepeda. Namun dia tidak patah arang, meski kariernya sebagai pelatih tak semulus presatasi sebagai atlet dan banyak memberinya gelar serta penghargaan. (*)
Senin, 06 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar